Sebanyak 215 juta anak-anak di penjuru dunia sudah menjadi pekerja walau belum memenuhi syarat usia minimum. Bahkan ada dari mereka yang menjadi pekerja paksa dalam situasi yang terburuk.
Data itu diungkapkan oleh Organisasi Pekerja Internasional (ILO) dalam rangka memperingati Hari Menentang Pekerja Anak, yang jatuh setiap tanggal 12 Juni. Peringatan tahunan ini diberlakukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak sepuluh tahun lalu.
Data itu terangkum dalam laporan yang berjudul "Mengatasi Pekerja Anak: Dari Komitmen Menjadi Tindakan." Bagi ILO, laporan tersebut menandakan bahwa masih banyak negara yang belum menerapkan sejumlah Konvensi mengentaskan Pekerja Anak, walau sudah meratifikasi perjanjian internasional itu.
"Tidak ada ruang untuk berpuas diri saat masih ada 215 juta anak-anak sudah bekerja untuk bertahan hidup dan lebih dari setengahnya terpapar ke dalam bentuk terburuk dari pekerja anak, termasuk perbudakan dan keterlibatan konflik bersenjata. Kita tidak dapat biarkan pengentasan pekerja anak terabaikan dalam agenda pembangunan. Semua negara harus memperhatikannya, baik secara individu dan kolektif," kata Direktur Jenderal ILO, Juan Somavia, dalam laman resmi organisasi itu.
Selain itu, hingga 1 Juni 2012, tercatat lima juta anak di penjuru dunia diketahui menjadi pekerja paksa di dalam situasi yang terburuk. Mereka ada yang menjadi obyek seks komersil, maupun bekerja karena keluarganya dijerat utang.
Pada kelompok usia 5-14 tahun, hampir 153 juta anak sudah menjadi pekerja. Sepertiga dari mereka, yaitu 53 juta anak usia 5-14 tahun, bekerja di lingkungan yang berbahaya.
ILO mencatat masih banyak negara yang belum sungguh-sungguh mencegah anak-anak di negeri masing-masing menjadi pekerja, kendati sudah meratifikasi sejumlah perjanjian - seperti Konvensi 138 mengenai Usia Minimum untuk Bekerja dan Konvensi 182 mengenai Bentuk Terburuk Pekerja Anak. Dari 185 negara anggota, 88 persen sudah meratifikasi Konvensi 138 dan 95,1 persen sudah mengesahkan Konvensi 182.
Namun, menurut laporan ILO, banyak yang belum melaksanakan konvensi-konvensi itu. Anak-anak di pinggiran kota dan pedesaan, maupun yang orangtuanya menjadi pekerja migran dan masyarakat adat, paling rentan menjadi pekerja.
Di banyak negara, belum ada sanksi yang spesifik untuk menindak mereka yang bertanggungjawab memaksa anak jadi pekerja. Kalaupun sudah ada peraturannya, lanjut ILO, penerapannya masih lemah.
0 comments