Umat muslim yang berada di kawasan Maroko hingga Afganistan tampaknya akan menghadapi Ramadan terberat ketimbang tiga dekade sebelumnya. Ramadan tahun ini, mereka harus tidak makan dan minum selama 14 jam di waktu terpanas sepanjang tahun ini. Ujian lebih berat lagi dialami daerah-daerah konflik seperti Irak, Pakistan, dan sebagian Gaza.
Dengan suhu sekitar 40 derajat Celcius dan waktu siang yang terpanjang sepanjang tahun, pemerintah setempat telah memperingatkan warganya. Warga Maroko mengatur ulang jam mereka, sehingga mereka percaya waktu berbuka menjadi lebih cepat. Di Pakistan, pemerintah berjanji akan mengurangi pemadaman tiap hari. Pemerintah dengan ibu kota Islamabad itu pun mengizinkan pegawai negeri untuk pulang lebih cepat.
"Tidak ada pilihan, kami memang harus menghadapi panas ini," ujar pekerja bangunan di Kota Gaza, Jalal Qandil, 38 tahun. Ayah lima anak ini mengaku harus bekerja demi keluarganya.
"Kalau aku tidak bekerja, kami tidak akan makan Ramadan ini, semoga Tuhan membantu kami," ujar dia lagi. "Beberapa pekerja mengaku tidak berpuasa dan Tuhan mengerti alasan mereka."
Otoritas agama di Uni Emirat Arab mengizinkan para pekerja untuk tidak bekerja jika suhu melebihi 50 derajat Celcius. Dari Israel, pekerja jalanan bernama Umm al-Fahm mengaku terpaksa cuti selama Ramadan. "Aku memilih cuti karena tidak bisa bekerja dan puasa dalam kondisi terik seperti sekarang."
Selama bulan Ramadan, organisasi nirlaba juga biasa menggelar bakti sosial. Awal pekan ini, Organisasi Internasional Kristiani dan Yahudi dibawah pimpinan Rabbi Yechiel Eckstein mendistribusikan sekitar 2.400 kupon makanan ke 2400 keluarga Arab.
0 comments